“Aku selalu bahagia saat hujan turun karna aku bisa
mengenalmu untukku sendiri”
Beberapa saat lalu Kakakku memutar lagu lama itu, kamarku
penuh dengan suara serak basah Kinan, Coklat.
Seketika ingatanku berputar kembali ke 4 tahun lalu. Masih ingat Nanas dan Mungil,
temanku yang pernah aku ceritakan sebelumnya di '“Cinta
Monyet” abal-abal'? Saat itu hujan turun kecil-kecil ketika aku dan kedua
pasangan yang baru jadian itu berjalan pulang suatu hari. Kami melewati salah
satu jalan yang jauh. Entah karena alasan apa aku mengikuti saja kemauan
mereka. Mungil tidak akan mau melewati jalan itu
kalau tidak denganku. Yah, dengan berat hati aku mengikuti mereka. Aku dan Mungil harus
menyebrangi jalan sebelum menaiki angkot pulang. Tapi tiba-tiba hujan turun
sangat deras dan terpaksa kami berteduh di bawah terop penjual gorengan
sebelum penyebrangan jalan. Entah kenapa tempat yang biasanya ramai siswa itu
menjadi sangat sepi ketika waktu yang, entah, salah atau benar.
Sisi salahnya adalah,
seharusnya di sana ada setidaknya satu orang kenalanku yang bisa menemaniku
untuk tidak menjadi obat nyamuk diantara sepasang kekasih itu. Walaupun aku
sudah tidak ada perasaan apa pun pada Nanas tapi tetap saja aku merasa risih.
Di sisi yang benar,
beruntung tidak ada kenalanku, yang tahu bahwa aku dulu punya perasaan lebih
kepada Nanas, melihatku cengo diantara mereka.
Mereka, terutama Mungil,
berkali-kali mengajakku untung ikut nimbrung dan berkali-kali pula kutolak.
Tengsin!
Seperti perapian hangat yang
muncul ditengah dinginnya suasana hujan, seorang adik kelasku yang cukup akrab
denganku datang berteduh. Entah dia tahu atau tidak bahwa aku sudah hampir mati
kaku, tapi aku senang sekali akan kedatangannya. Kami berdua
ngobrol asik melupakan sepasang kekasih yang entah membicarakan tentang apa.
Tak
berapa lama hujan mulai reda dan kami pun berpisah di sana. Aku harap tidak
akan ada lagi kejadian mematikan seperti itu.
[Ditulis 21 Desember 2012 pukul 8:00 pm]
read more..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar